“Tuan Pohon yang Bungkuk”

Nabris Mufti A. a.k.a nobi
2 min readAug 27, 2022

--

Gambar 1 Pohon bungkuk, dicuplik dari website istockphoto.com

Berdiri dua sosok pohon di belantara rimba.
Yang sebuah bungkuk, dan sebuah yang lainnya tinggi semampai.
Kulit kayunya merah aram, daunnya jarum zamrud berkemilauan.
Mereka tumbuh bersama waktu, meniti hari demi hari.
Walau keduanya nampak berlainan,
seyogiyanya mereka berpesta dibawah hujan yang sama,
bersisi-sisian.

Gelatik batu datang dari kejauhan menyerukan kabar
dari gelapnya dataran hutan.
Pisau-pisau berdansa dalam sebuah kunjungan,
dibawa oleh seorang pria,
mencabik segala rupa dimana ia berada,
satu-demi-satu.

Gambar 2 (A) Gelatik batu (Chickadee, Poecile sp.) dan (B) Mesin penggiling kayu. Gambar dicuplik dari: commons.wikimedia.org dan kindpng.com

“O! Apakah kau lihat itu!?
Si pohon yang bungkuk itu tak akan muat dalam mesin penggilingan.”
Lantas mereka mengizinkannya tumbuh liar dan bebas.
“Lebih baik aku menjadi pohon yang bungkuk.”

Pohon-pohon yang sempurna, lurus dan tinggi didorong
menuruni gunung menuju penggilingan.
Untuk selanjutnya disulap menjadi tusuk gigi berbanjar-banjar,
dua puluh dolar kontan dibayar.
Seolah-olah, semakin banyak orang-orang itu membabat,
semakin banyak yang mereka butuhkan.

Pada akhirnya nanti,
pohon-pohon yang bungkuk akan menjadi saksi karena dicampakkan.
Setelah hiruk-pikuk tersebut lunas,
para pria pergi selama berpekan-pekan,
hilang dari pandangan siapapun yang pernah melihatnya.
Tak ada seorangpun yang tersisa akan memberi tahumu:
Siapa yang tumbuh dengan cara yang benar, atau siapa yang tumbuh dengan cara yang salah.

Angin berbisik:

“Tidakkah kau melihat itu,
si pohon bungkuk yang tak muat dalam mesin penggilingan?”
Mereka mengizinkannya tumbuh liar dan bebas.
“Lebih baik aku menjadi pohon yang bungkuk.”

Orang-orang yang kutemui berkata bahwa aku berbeda,
cara hidupku terasa janggal,
kulalui jalanan yang sunyi,
tergulung dan terbanting di lintasan yang berkelok lagi terjal,
tapi apakah kau ingat menyoal tuan pohon yang bungkuk? —
yang tumbuh dengan perkasa bersama waktu, meniti hari demi hari.

Ketika awan bergulung,
sungai tak pernah menyadari,
mengapa alirannya berkelok di tikungan?
Gunung tak pernah mempertanyakan,
bagaimana ia bangkit dari sebuah daratan yang datar?
Jadi, kepada siapa aku berharap?
Apakah aku tidak serupa sebagaimana aku?
Siapakah diriku ini?

“Apakah kau lihat itu?
Si pohon yang bungkuk itu tak akan muat dalam mesin penggilingan.”
Mereka mengizinkannya tumbuh liar dan bebas.
“Lebih baik aku menjadi pohon yang bungkuk.”

“Aku lebih suka menjadi pohon yang bungkuk!”

Gambar 3 Tulisan ini sebenarnya adalah sebuah terjemahan sebuah karya. Beberapa bagian teks aslinya mengingatkan saya akan film Lorax (2012). Tepatnya pada kalimat “Spinning blades that came to visit/Carried by a man/And every other tree would see them/Cut down where they stand/By and by”. Sumber gambar: kiri atas dari pennlive.com, sisanya screenshoot dari youtube.com/movieclips

Tulisan ini merupakan terjemahan agak ngaco dari karya Molly Tuttle berjudul “Crooked Tree”

Karanganyar, 27 Agustus 2022

--

--